Rabu, 23 Desember 2015

Sejuta Belai Kasihmu


Sejuta Belai Kasihmu

Denting waktu kian beradu
Menghapus malam bersama senyummu
Roda waktu tak pernah malu
Menggerus sisa - sisa kebahagianmu


Namun begitu tulusnya engkau Ibu
Rela kau korbankan senyummu
Rela kau korbankan sederet kebahagian dimasa tuamu
Tanpa ada rasa beban dihatimu


Peluh,
Tak lagi bosan menetes disekujur tubuhmu
Namun tak mampu padamkan api semangatmu
Api yang sejak dulu sudah berkobar dihatimu
Berkobar hanya untuk kami anak - anakmu


Namun begitu naifnya aku,
Yang tak selamanya bisa menghargaimu
Menghargai setiap tetes peluhmu
Setiap tetes kebahagiaan yang kau korbankan


Ibu,
Aku disini berdiri menatap langit biru
Didepanku terbentang lautan luas sebuah harapan
Harapan yang selalu engkau ciptakan
Dibalik gelap malam bersama sujudmu kau senandungkan


Ibu
Disini kulangkahkan kakiku
Meniti setiap harapan
Berusaha membalas setiap kebaikan
Namun kusadari,
Tak cukup waktuku untuk membalas setiap peluhmu
Tak cukup tinta untuk lukiskan segala kebaikan yang kau berikan
Hanya kata terimakasih,
Yang selalu bisa kusenandungkan
Bantul, 27 September 2015

Rabu, 25 November 2015

Bunga Yang Terbuang



 Bunga Yang Terbuang


Inilah aku,
Tumbuhan hidrofit anatomis
Yang sedikit pun tak pernah lekat dalam pandangmu
Yang hanya kau lihat dengan sebelah matamu

Hitamnya air yang membuatku tenggelam bersama lumut yang kesepian
Belenggunya melekat erat dalam jiwaku
Menutup pandangku hanya dalam anganku
Bahkan untuk bernafas pun aku mulai tak mampu

Aku hanya mampu berdiri bersama apungku
Duduk diantara bulatan daun tipis yang mau menopangku
Meski begitu,
Tuhan masih rela ku melihat langit biru

Hanya dengan ini aku berdiri
Bersama akar – akar dan batang yang membelenggu
Diantara rongga rongga waktu yang mencekeram kuat jiwaku
Memaksaku untuk tetap berdiri kokoh untuk menatap masa depanku

Dia juga yang membantuku
Memberi apa yang seharusnya kumiliki
Dia juga yang membuatku mampu
Menatap arti mimpi yang sejati

Pernahkah terlintas didalam benakmu,
Siapa sebenarnya aku ?
Tumbuhan yang kau anggap bisu
Dan inilah diriku, Nymphae sp. bukan kelabu 
Maharani.November.2015

Sabtu, 17 Oktober 2015

Renungku Bersama Sujudku

Renungku Bersama Sujudku

Disini kubersujud
Bersimpuh diantara rimbun rintik kerinduan
Menatap, menengadah penuh arti syarat pengharapan
Bersama sejuk lantun nama-Mu kusenandungkan
Sebuah hikayat arti sebuah pengharapan

Tuhan....
Aku disini bersama lantun-Mu
Menatapmu penuh arti dari sebuah makna pengharapan
Bersimpuh berharap mendapat keajaiban
Bersujud bersama linang air mata mengharap sebuah perlindungan

Tuhan...
Tiada akhir kata untuk mengakhiri sebuah pengorbanan
Namun terkadang kegagalan menghadang tekad perjuangan
Meruntuhkan semangat diantara badai keputusasaan                                          

Tuhan...
Terkadang setan menggoyahkan tekad diantara kebimbangan
Namun aku berusaha tegap diantara badai ketidakpastian
Karena aku tahu hanya Engkaulah yang mampu
Mengerti semua pintaku

Maharani.Oktober2015

Kamis, 24 September 2015

Suara Hatiku



Suara Hatiku
                  
Aku masih terus berteriak diantara relung relung batu kepedihan.
Bersama keterpurukan dan penyesalan yang mendalam.
Air mata ini masih mengalir deras,
Bersama ranting ranting kerinduan mendalam.

Pedih.                                                   
Lagi lagi penyesalan itu datang menghampiriku.
Yang telah membiarkanmu pergi menjauh tanpa kata.
Sedangkan aku hanya menatapmu hampa.
Tanpa isyarat kata yang ingin kau dengarkan.
Aku yang tak mampu membalas rasa yang telah lama kamu berikan.

Aku hanya bisa berteriak bersama penyesalan.
Namun lagi - lagi hanya kudengar,
Gema - gema cinta yang semakin lama semakin menghilang.
Aku hanya terisak diantara riuh air bebatuan
Menatap senja yang kian menghilang
Menenggelamkan sejuta kenangan
Samar – samar masih dapat kulihat,
Seukir tulisan namaku dan namamu
Dipohon akasia itu.

Bersama semilir angin dan lembutnya kapas awan,
Aku ingin kabarkan
Inilah tanda rinduku kepadamu
Yang terrnyata telah mencintaimu.


Maharani.24 September 2015

Kamis, 17 September 2015

Inikah Cinta Itu



Inikah  Cinta Itu ?
                                                                  
Apakah aku mencintaimu ?
Entahlah, aku tak pernah mengerti apa itu CINTA.
Aku tak pernah ingin mengenal kosa kata aneh itu.
Bukan karena aku tak memilikinya
Tapi, ada satu hal yang selalu tak bisa kujelaskan
Jalan pikiranku memang selalu berbeda dengan kalian.

Aku bukanlah pengejar cinta
Aku tak pernah mencari dimana cintaku bersembunyi
Apakah dibalik kabut atau tertutupi cahaya senja yang mulai meredup ?
Entahlah, aku terlalu acuh dengan keberadaannya.

Marahkah dia padaku ?
Entahlah, aku tak pernah bertanya apa yang dia rasakan tentang acuhku.
Karena kami tak pernah bertemu,
Bahkan hanya untuk saling melirik atau saling memberi  segaris senyum bulan sabit diantara kami.
Tidak !! Ya memang tidak.

Bencikah dia padaku ?
Aku rasa tidak.
Dia selalu berusaha menemuiku
Namun selalu saja aku,
Kembali berbalik arah saat aku melihatnya
Menungguku dipersimpangan jalan
Dengan tatap sejuknya dan senyum surganya
Namun sekali lagi aku acuh.
Yang hanya dengan mudah berbalik arah
Tanpa kutinggalkan satu garis senyum
Atau satu lirikan dan kedipan mata
Tanda isyarat padanya

Tapi, dunia ini seakan berubah 180
Ya, benar - benar berubah.
Saat aku tak sengaja terperangkap dalam jebaknya  yang sengaja dia buat untuk menemuiku.
Kutatap matanya, dalam dan sangat dalam
Kulihat ada sesuatu yang berbeda yang belum pernah kulihat  sebelumnya
Indah dan sangat indah, aku ingin tinggal didalamnya.
Ya, aku benar – benar ingin selalu ada bersamanya
Kemudian aku pergi menelusuri lebih dalam,
Lagi – lagi kutemui sebuah ruang.
Tapi, ini berbeda benar – benar sangat berbeda.
Ruangan ini sangat gelap, kusam dan tidak beraturan.

Namun, lagi – lagi aku acuh
Bukan karena aku tak ingin menemuinya
Tapi, karena aku sudah terlalu terlena dengan kata manis yang disebut cinta.
Dan karena aku terlalu angkuh, yang merassa takkan menemuinya dan merasakannya.

Tapi, ternyata tidak
Ruang manis dan ruang gelap itu adalah satu ruang yang tak dapat dipisahkan.
Hanya tersekat oleh selaput tipis yang tak terlihat
Ya, benar – benar tipis
Mungkin setipis helai rambut atau setipis kabut

Akhirnya, aku pun memasuki ruang gelap itu
Saat aku sudah sangat nyaman dan tak ingin kehilangan cintanya
Namun, cinta membawa ku pergi
Memberi tahuku, cinta yang lainnya.
Berusaha memberitahuku, bahwa ini juga aku
Ini juga yang disebut cinta.
Aku benar – benar tak percaya dengan apa yang ia katakan dan jelaskan.

Aku jatuh, aku terpuruk, aku hancur.
Aku menyesal percaya dengan kata – kata manis buaiannya
Aku menyesal dengan angkuhku
Aku menyesal dengan egoku
Aku benci dengan cintanya
Cintanya yang telah membuangku

Inikah cinta yang dulu,
Cinta yang selalu setia menungguku dipersimpangan jalan
Cinta yang tak pernah marah jika aku mengacuhkannya
Inikah yang disebut cinta
Yang pergi,
Saat aku berusaha megenggam erat tangannya
Saat aku tak ingin kehilangannya
Saat aku tak ingin keluar dari kehidupannya
Saat nafas, dan hidupnya adalah nafas dan kehidupanku
Inikah cinta yang setia nan abadi
Yang tega pergi meninggalkanku sendiri
Dalam gelap keterpurukan diantara dinginnya malam
Dimana cinta yang dulu mampu menghangatkan ?
Kemana dia pergi ?
Acuhkah dia sekarang terhadap sosok yang pernah menjadi pujaanya?
Angkuhkah dia terhadap sosok yang dulu dia kejar dan selalu menjadi mimpi indah dalam hidupnya ?
                                                                    
Benarkah ini yang selalu mereka bilang cinta sejati ? Entahlah, saat aku bertanya hanya kata “ tidak “ yang aku dengarkan atau terkadang ada yang menjawab “ bukan “ atau sesekali ada yang memberitahuku bahwa cinta itu bukanlah cinta milikku.
Sudahlah, cinta mungkin terlalu rumit untuk dimengerti.
Biar waktu yang akan memberitahuku. Tentang arti dan hikayat dari sebuah cinta yang sebenarnya.
Maharani.17 September 2015

                                                                                                          

Senin, 14 September 2015

Adiwiyata Sekolah Ku



Adiwiyata Sekolah Ku


Gelapnya malam pun mulai pudar
Cahaya mentari pun mulai datang
Datang bersama kerlipnya yang cemerlang
Kemilau memantul ,
Diantara rintik embun yang mulai menghilang

Pagi itu,
Kutelusuri taman sekolahku
Kulihat banyak dedaunan,
Bergelantungan melambai lambai
tertiup angin nan memdamaikan

Disini kulihat lagi,
Surga dunia yang kurindukan
Kedamaian, kesejukkan dan ketentraman
Itulah yang kini kurasakan

Inilah ikrarku, ikrar kami atas nama sekolah ini
Yang takkan meninggalkan jejak ini
Jejak yang kian pasti
Menuju sekolah adwiyata yang kami nanti
Bersama cita dan mimpi
Kami akan menjadikannya menjadi pasti

Maharani.14 September 2015